Pembaca dan sahabat
Blogger yang terhormat, mungkin dari anda ada yang sudah mengetahui atau
minimal pernah membaca tentang sejarah Kerajaan Mataram Islam ? Ya, sebuah
Dinasti penguasa sebagian besar tanah Jawa abad ke-17 pada kurun waktu antara
tahun 1588-1681 Masehi. Inilah sebuah Dinasti Kerajaan Islam terbesar pada masa
itu di Pulau Jawa yang juga menguasai sebagian kecil wilayah pulau Kalimantan
dan wilayah Palembang. Sejarah berdirinya Kerajaan Mataram diawali oleh tiga
tokoh yang bernama Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani, dan Ki Penjawi. Saat
itu Adipati Hadiwijoyo pemimpin Kadipaten Pajang mengadakan sayembara yang
mengumumkan bahwa jika ada yang berhasil menumpas Aryo Penangsang Adipati
Jipang, maka akan diberikan hadiah berupa wilayah Mataram dan Pati. Ketiga
tokoh tersebut yaitu Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani, dan Ki Penjawi
bersedia mengikuti sayembara tersebut, dan berangkatlah ketiga tokoh tersebut
bersama Danang Sutowijoyo (putra Ki Ageng Pemanahan) ke Kadipaten Jipang untuk
menumpas Aryo Penangsang. Singkat cerita Danang Sutowijoyo maju berperang
menumpas Aryo Penangsang, dengan tombak pusaka bernama Kyai Plered dia berhasil
menusuk perut Aryo Penangsang hingga ususnya terburai keluar, tetapi Aryo
Penangsang adalah seorang yang memiliki kesaktian tinggi, walaupun ususnya
terburai keluar dari perutnya tapi masih bisa bertahan hidup. Pada suatu
kesempatan Aryo Penangsang berhasil membuat Danang Sutowijoyo terdesak
kewalahan dan Aryo Penangsang pun mencekik Danang Sutowijoyo sampai hampir
tewas, tapi dari kejauhan Ki Juru Martani berteriak agar Aryo Penangsang jika
ingin membunuh Danang Sutowijoyo harus menggunakan senjata agar adil dan
ksatria karena Danang Sutowijoyo melukai Aryo Penangsang juga dengan senjata
(tombak Kyai Plered), Aryo Penangsang pun mengabulkan permintaan Ki Juru
Martani, tapi kecelakaan yang sangat fatal terjadi, Aryo Penangsang mencabut
kerisnya sendiri sehingga mengenai dan memutus ususnya yang terburai yang
disampirkan ke sarung kerisnya. Aryo penangsang pun menemui ajalnya dan pihak
Pajang mendapatkan kemenangannya.
Akhirnya Kadipaten
Pajang berhasil menguasai Kadipaten Jipang dan wilayah Kadipaten lain di di
Jawa Tengah serta sebagian beberapa Kadipaten wilayah Jawa Timur menyatakan
diri tunduk untuk bergabung menjadi bawahan Pajang, dan Pajang pun berubah
menjadi kerajaan Islam atau Kesultanan dengan dipimpin oleh Sultan Hadiwijoyo
sebagai Rajanya. Sultan Hadiwijoyo tidak lupa berterima kasih kepada ketiga
sahabatnya (Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani, dan Ki Penjawi), akhirnya
diberikanlah wilayah Mataram di sebelah selatan Kerajaan Pajang kepada Ki Ageng
Pemanahan serta Wilayah Pati di sebelah utara Pajang kepada Ki Penjawi.
Mataram pun semakin
lama semakin berkembang, setelah Ki Ageng Pemanahan wafat dan menyerahkan
tampuk kepemimpinan kepada Danang Sutowijoyo, Danang Sutowijoyo pun berniat
ingin memerdekakan diri dari Pajang dan bermaksud ingin membuat Mataram menjadi
sebuah Kerajaan mandiri tanpa menjadi bawahan Kerajaan manapun. Pemberontakan
Mataram terjadi, Kerajaan Pajang menyerang Mataram, walaupun jumlah pasukan
Pajang jauh lebih besar daripada pasukan Mataram tapi Pasukan Pajang dapat
dikalahkan dan mundur kembali ke wilayahnya. Mataram merdeka dan menjadi sebuah
wilayah mandiri serta berubah menjadi Kerajaan dengan Raja pertamanya yaitu
Danang Sutowijoyo bergelar Kanjeng Panembahan Senopati.
Panembahan Senopati
memiliki beberapa istri, istrinya ada yang tinggal di dalam Istana Mataram
ataupun berada di luar lingkungan Istana, tentunya sang Panembahan juga
memiliki putera-puteri dari istri-istrinya tersebut. Kali
ini sudutyogya akan mengulas tentang sebuah cagar budaya berbentuk
sebuah Masjid dan Makam peninggalan dari putra Panembahan Senopati yang berasal
dari istri yang berada diluar lingkungan Kerajaan Mataram, Masjid ini bernama
Masjid Sulthoni Wotgaleh satu komplek dengan makam putra Panembahan Senopati
tersebut. Putra Panembahan Senopati ini bernama Pangeran Purboyo sering disebut
juga Panembahan Purboyo, nama kecilnya bernama Joko Umbaran. Pangeran Purboyo
diberi tempat tinggal di wilayah Wotgaleh yang kelak didirikannya Masjid
bernama Masjid Sulthoni dan komplek Makam untuk keturunannya.
Papan Nama Masjid Sulthoni Wotgaleh |
Pangeran Purboyo lahir dari seorang ibu yang bernama Roro Rembayung, putri dari Ki Ageng Giring penguasa Gunung Kidul / Wonosari. Dahulu kala pada waktu Mataram masih berupa desa atau pedukuhan dan masih menjadi wilayah bawahan Kesultanan Pajang, Ki Ageng Pemanahan bermaksud ingin mencari wahyu keprabonatau wahyu kedhaton yang konon bisa membuat seseorang atau keturunannya menjadi Raja, maka Ki Ageng Pemanahan memutuskan untuk mencari wahyu keprabon tersebut dengan bertapa di wilayah Gunung Kidul. Alkisah pada saat itu Ki Ageng Giring yang juga kakak seperguruan Ki Ageng Pemanahan yang tinggal di Gunung Kidul juga bermaksud mencari wangsit untuk menjadikan wilayah Gunung Kidul menjadi Kerajaan agar lebih maju dan bisa lebih mulia. Singkat cerita Ki Ageng Giring pun bertapa di sebuah tempat bernama hutan Kembang Lampir di sebelah timur wilayah Gunung Kidul. setelah beberapa lama bertapa, Ki Ageng Giring mendapat wangsitatau bisikan gaib bahwa di sebuah pohon kelapa yang berada di sekitar tempat Ki Ageng Giring bertapa buah kelapanya jika airnya diminum sampai habis kelak keturunannya pasti menjadi Raja dan menguasai tanah Jawa. Sontak Ki Ageng Giring terbangun dari bertapanya, lalu dicarilah pohon kelapa tersebut, dengan mata batinnya dilihatnya sebuah pohon kelapa, dia menengok ke atas ada sebutir buahnya memancarkan sinar keemasan, dia yakin bahwa buah kelapa itu pasti yang menyimpan wahyu keprabon, akhirnya dipetiklah buah kelapa tersebut dan buah kelapa tersebut dibawa pulang kembali kerumahnya.
Pintu Gerbang Masjid Sulthoni |
Ki Ageng Pemanahan pada perjalanannya menuju Gunung Kidul untuk bertapa mencari wahyu keprabon teringat bahwa dia memiliki kakak seperguruan yang bertempat tinggal disana, Ki Ageng Pemanahan pun memutuskan untuk mampir bersilaturahmi ke rumah kakak seperguruannya tersebut karena sudah lama tidak bertemu dan tentunya merasa kangen. Setelah berjalan menempuh jarak yang sangat jauh akhirnya Ki Ageng Pemanahan sampai di rumah Ki Ageng Giring, tapi tak seorangpun berada di rumah itu, Ki Ageng Pemanahan berpikir barangkali kakak seperguruannya tersebut sedang ke ladang atau bertani, maka diputuskannya untuk menunggu di rumah Ki Ageng Giring tersebut sambil beristirahat. Saat itu Ki Ageng Pemanahan sangat kehausan karena menempuh perjalanan yang sangat jauh, dilihatnya ada sebutir buah kelapa di bawah tempat duduk dirumah itu, tanpa pikir panjang Ki Ageng Pemanahan langsung mengambil dan mengupasnya untuk diminum airnya karena sudah sangat kehausan, dan Ki Ageng Pemanahan pun meminum air dari buah kelapa tersebut sampai habis tak tersisa. Tak lama kemudian Ki Ageng Giring Pulang kerumah, dan bertemulah dengan Ki Ageng Pemanahan lalu keduanya saling berpelukan melepas rindu. Tapi setelah itu alangkah terperanjatnya Ki Ageng Giring melihat buah kelapanya yang dia letakkan di bawah tempat duduk rumahnya sudah dalam keadaan terbuka dan habis airnya, Ki Ageng Giring sangat kecewa dan sedih tiada terkira. Ki Ageng Pemanahan heran sekaligus kaget mengapa hanya karena sebutir buah kelapa kakak seperguruannya tersebut sampai begitu sedihnya. Akhirnya diceritakanlah bahwa buah kelapa tadi adalah bukan sebutir buah kelapa sembarangan, buah itu adalah wahyu keprabon yang apabila diminum airnya sampai habis maka seluruh keturunannya akan menjadi Raja atau penguasa tanah Jawa. Setelah mendapat penjelasan dari Ki Ageng Giring, maka Ki Ageng Pemanahan pun menyesal luar biasa dan bersimpuh meminta maaf kepada kakak seperguruannya tersebut.
Dengan hati yang masih diselimuti rasa kecewa dan kesedihan yang teramat dalam, Ki Ageng Giring pun bersedia memaafkan adik seperguruannya tersebut. Sebagai penebus rasa bersalahnya, maka Ki Ageng Pemanahan berniat untuk menjodohkan anaknya (Danang Sutowijoyo / Panembahan Senopati) dengan putri Ki Ageng Giring yang bernama Roro Rembayung dengan harapan keturunan Giring akan bisa mendampingi keturunan Ki Ageng Pemanahan dalam Pemerintahan di Mataram. Danang Sutowijoyo dengan terpaksa akhirnya mau untuk menerima perjodohan ini dan menikah dengan Roro Rembayung walaupun dengan hati terpaksa, konon Sutowijoyo tidak mencintai istri perjodohannya ini karena berwajah kurang cantik.
Serambi Masjid Sulthoni |
Dari pernikahan Danang Sutowijoyo dan Roro Rembayung akhirnya lahirlah seorang anak laki-laki, tetapi saat Roro Rembayung dalam keadaan mengandung dalam usia kandungan sekitar 7 bulan Danang Sutowijoyo pulang ke Mataram. Danang Sutowijoyopun berpesan kepada Roro Rembayung agar tidak mengatakan siapa ayah kandungnya (yaitu Sutowijoyo sendiri), istrinya pun berjanji bahwa dia tidak akan mengatakan kepada sang anak kelak siapa bapaknya saat dia lahir, jika sampai melanggar janjinya Roro rembayung akan bunuh diri. Anak laki-laki hasil pernikahan Danang Sutowijoyo dan Roro Rembayung ini kemudian diberi nama Joko Umbaran.
Bagian Dalam Masjid |
Hari berganti hari dan waktupun terus berlalu, Joko Umbaran semakin bertambah dewasa, pada saat usia 17 tahun dia penasaran tentang siapa sebenarnya ayahnya, rasa penasarannya semakin menguat dan memaksanya untuk bertanya kepada ibunya tentang siapa ayahnya. Setelah didesak oleh Joko Umbaran dengan mengancam ibunya akan pergi sendiri mencari ayahnya sampai ketemu walau kemanapun juga, akhirnya Roro Rembayung mengatakan bahwa sesungguhnya ayah Joko Umbaran adalah Danang Sutowijoyo yang saat itu sudah menjadi Raja di Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senopati. Joko Umbaran terkejut bahwa ternyata ayahnya adalah seorang Raja besar dan berkuasa saat itu. Tapi dia bertekad kuat untuk pergi ke Mataram menemui ayahnya, karena dia ingin mendapatkan pengakuan.
Pintu Gerbang Menuju Makam Pangeran Purbaya |
Joko Umbaran
pun pergi ke Mataram untuk menemui dan meminta pengakuan dari ayahnya yaitu
Panembahan Senopati, setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh sampailah dia
di gerbang Keraton Mataram, dengan bersikap sopan dia meminta Izin kepada
prajurit penjaga gerbang untuk bertemu Panembahan Senopati. Prajurit penjaga
gerbang heran dengan anak muda ini, lalu bertanya mengapa ingin bertemu sang
Raja, Joko Umbaran pun menjawab bahwa dia dari Giring putra Roro Rembayung yang
ingin menghadap karena sesuatu hal yang sangat penting. Akhirnya karena kasihan
melihat Joko Umbaran yang sudah datang jauh-jauh dari Giring, prajurit penjaga
gerbang pun pergi untuk menghadap Panembahan Senopati sekaligus memohonkan Izin
untuk Joko Umbaran bertemu.
Joglo Tempat Beristirahat Peziarah |
Panembahan Senopati
mengizinkan Joko Umbaran untuk masuk menemuinya, dengan hati gembira Joko
Umbaran menghadap menemui ayahnya tersebut, dengan sikap sembah hormat dia
memberikan penghormatan kepada Panembahan Senopati. Panembahan Senopati sudah
tahu maksud kedatangan Joko Umbaran bahwa pasti ingin meminta pengakuan
darinya. Akhirnya Panembahan Senopati bersedia mengakui Joko Umbaran sebagai
putranya dengan syarat mau mencari sarung keris bernama kayu Purwosari yang
berada di daerah Giring. Dengan memberikan sebilah keris untuk disarungkan ke
Sarungnya yang bernama kayu Purwosari, Panembahan Senopati memberikan doa dan
restu kepada Joko Umbaran semoga berhasil dalam tugasnya. Joko Umbaranpun
berangkat dengan penuh semangat.
Dua Pohon Beringin Di Area Masjid |
Joko Umbaran pulang ke
Giring untuk kembali menemui ibunya Roro Rembayung, sang ibu pun bertanya
bagaimana hasilnya setelah bertemu dengan ayah kandungnya yaitu Panembahan
Senopati. Joko Umbaran mengatakan bahwa dia akan diakui sebagai anak dengan
syarat mau mencari sarung untuk keris yang diberikan Panembahan Senopati yang
dibawanya dan menempatkan keris tersebut di sarung keris yang bernama kayu
Purwosari. Sang ibu sudah memahami apa arti dan makna dari permintaan
Panembahan Senopati tersebut, dalam hati dia merasa bersalah karena telah
membocorkan rahasia ayah kandung dari Joko Umbaran, tetapi di sisi lain dia
sedih karena Panembahan Senopati begitu tega meminta kematian dari istrinya
sendiri. Dulu sebelum Panembahan Senopati pulang ke Mataram meninggalkan Roro
Rembayung pernah berpesan bahwa Roro Rembayung tidak akan memberitahukan siapa
ayah kandung Joko umbaran, tapi akhirnya Roro Rembayung membocorkan rahasianya
dan sebagai konsekuensi dia harus bunuh diri.
Roro Rembayung lalu
mengajak Joko Umbaran untuk masuk ke dalam kamar, dengan lemah lembut dia
meminta keris pemberian Panembahan Senopati tersebut untuk dipegangnya,
sekonyong-konyong Roro Rembayung menusukkan keris tersebut tepat ke dada
menembus jantungnya sendiri, Joko Umbaranpun histeris menyaksikan peristiwa ini
seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Roro Rembayung terkulai di
pelukan Joko Umbaran, sebelum tewas dia berkata dengan lemah bahwa Kayu
Purwosari sebenarnya hanya kata kiasan saja, arti dari Purwosari tersebut
adalah nama seorang wanita, dan wanita itu adalah Roro Rembayung sendiri yang
sebenarnya juga memiliki nama lain yaitu Niken Purwosari, jadi
intinya Panembahan Senopati menginginkan kematiannya karena telah ingkar janji.
Tak lama kemudian Roro Rembayung ibu Joko Umbaran dan istri Panembahan Senopati
serta putri Ki Ageng Giring tersebut wafat di pelukan Joko Umbaran.
Area Parkir Yang Luas Di Depan Masjid |
Setelah menguburkan Jasad ibunya, dengan hati sedih Joko Umbaran pergi ke Mataram kembali untuk menemui Panembahan Senopati sekaligus melaporkan bahwa dia telah berhasil menyelesaikan "tugasnya". Panembahan Senopati akhirnya mengakui bahwa Joko Umbaran adalah anak kandungnya dan Joko Umbaran diberi nama baru oleh ayahnya menjadi Kanjeng Pangeran Purboyo. Pangeran Purboyo setelah mendapatkan pengakuan dari Panembahan Senopati lalu diberi tanah sebagai tempat tinggal di Wilayah Wotgaleh. Pangeran Purboyo pun lalu menempati tanah ini dan membangun Masjid serta makam untuk keturunannya kelak, makam sang ibu di Giring juga dipindah ke tempat ini.
Kisah hidup Pangeran
Purboyo menurut babad tanah Jawa juga cukup mengagumkan, beliau konon adalah
salah satu putra Panembahan Senopati yang paling sakti selain Raden Ronggo
(putra Panembahan Senopati dari istri yang bernama Roro Semangkin). Pangeran
Purboyo juga sering dipanggil sebagai Panembahan Purboyo, selain sebagai
seorang Pangeran beliau juga Panglima Perang Mataram yang tangguh, sering
diperintahkan ayahnya untuk memimpin perang menaklukkan wilayah lain untuk
dijadikan bawahan Mataram. Konon Panembahan Purboyo memiliki ilmu kebal dan
bisa melunakkan besi hanya dengan tangan kosong.
Lokasi cagar budaya
Masjid Sulthoni Wotgaleh dan makam Kanjeng Pangeran Purboyo ini terletak di
wilayah Wotgaleh Kelurahan Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman,
sekitar 10 km dari pusat kota Yogyakarta dengan waktu tempuh kurang lebih 30
menit. Bisa ditempuh dengan Rute dari Jalan Kusumanegara Jogja lurus saja
melewati Kebun Binatang Gembira Loka ke timur, lalu ada perempatan lampu merah
ambil dan belok ke arah kiri dan jalan terus sampai melewati gedung JEC (Jogja
Expo Center) akan sampai di perempatan lampu merah ringroad timur dari situ
bisa dilihat RSPAU (Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara) Hardjolukito ambil jalan
lurus terus saja ke timur, setelah itu ada jalan lurus, terus saja kita akan
melewati perumahan BLOK-O, terus lurus saja sampai kita akan menemui sebuah
perempatan lagi (kira-kira 100 meter dari perumahan BLOK-O tersebut). Dari
perempatan itu ambil arah kiri atau belok kiri dan jalan lurus terus saja
jangan belok-belok. kira-kira setelah menempuh jarak kurang lebih 2 kilometeran
kita akan menemukan lokasi Masjid Wotgaleh ini, lokasinya juga berada di
sebelah selatan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Jika masih bingung bisa
ditanyakan kepada warga sekitar yang sudah pasti memahami dan akan memberikan
petunjuk kepada anda.
Blogger mania,
demikianlah ulasan sudutyogya kali ini yang membahas tentang sebuah
tempat wisata spiritual yang bernama Masjid Sulthoni Wotgaleh dimana di area
kompleknya terdapat makam seorang pangeran sakti yang juga panglima perang
kerajaan Mataram yang tangguh, seorang Putra Panembahan Senopati dan Paman dari
Sultan Agung Hanyokrokusumo. Di kesempatan yang akan
datang sudutyogya akan kembali mengulas berbagai tempat wisata atau
dunia kuliner dan seputar tempat-tempat menarik di Kota istimewa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar